Kamis, 23 Agustus 2012

PRO DAN KONTRA PEMBANGUNAN GEDUNG BARU KPK

Mengenai polemik pembangunan gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sedang maraknya dibicarakan diberbagai media massa, baik media elektronik maupun media cetak yang saya ketahui sejauh ini, merupakan permasalahan yang sebenarnya sudah lama terjadi yaitu dari sejak tahun 2008 yang hingga kini belum terselesaikan dan belum jelas kelanjutannya, namun pada tahun 2012 inilah baru mencapai klimaksnya dengan berujung konflik. DPR sebagai mitra yang baik dengan KPK dinilai oleh sebagian masyarakat seharusnya bisa memastikan betul infrastruktur dan kebutuhan, sesuai pelaksanaan kewenangan, dan semestinya sudah optimal sehingga tidak terjadi seperti ini. Bahkan sebagian menilai permasalahan ini menunjukkan model pembahasan di DPR bermasalah, yang seharusnya sudah diselesaikan sejak tahun 2009, tidak perlu meledak sekarang. 

Polemik pembangunan gedung baru KPK ini pun dinilai sangat tidak menguntungkan DPR. Ditengah citra DPR yang semakin buruk, ditambah adanya polemik tersebut semakin membuat DPR dalam posisi tidak diuntungkan, akan dinilai kontra produktif. 

Pada awalnya permasalahan ini bermula dari Pimpinan KPK yang mengajukan rencana pembangunan gedung baru KPK yang dinilai sudah tidak layak bagi pegawai KPK yang sudah berjumlah sekitar 730 orang, sedangkan gedung yang ada saat ini hanya berkapasitas 350 orang dan dihuni oleh 650 pegawai, kemudian untuk sisanya KPK terpaksa menyebar pegawainya untuk bekerja terpisah menempati dua gedung lainnya yaitu di Gedung Uppindo dan di 1 lantai Gedung BUMN yang dipinjamkan ke KPK. Belum lagi kondisi gedung yang sudah berumur 31 tahun. Menurut penjelasan konsultan, umur bangunan dan kondisi kelebihan kapasitas itu berbahaya untuk 2-3 tahun kedepan. Karena kondisi inilah KPK kemudian meminta anggaran untuk pembangunan gedung sejak Juni Tahun 2008. Pembangunan gedung KPK rencananya dibangun di atas lahan seluas 8.924 meter persegi di kelurahan Guntur, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan. Dalam perhitungan KPK biaya keseluruhan gedung nilainya mencapai Rp 225,712 milliar. Namun anggaran tersebut tak kunjung cair lantaran belum disetujui Komisi III DPR, padahal Menteri Keuangan sudah memberikan lampu hijau. Pada Maret 2012 lalu KPK kemudian kembali mengajukan anggaran untuk gedung baru. Tapi, Komisi III DPR masih tetap menahan pencairan ini dengan membubuhkan bintang pada pengajuan tersebut. Bahkan, Komisi III mensinyalir akan tetap tak menyetujui pembangunan gedung baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sembilan fraksi di Komisi Hukum sepakat meminta Kementerian Keuangan mencarikan gedung milik pemerintah yang kosong untuk KPK. Sembilan fraksi mengusulkan untuk berkoordinasi dengan Menteri Keuangan dan Dirjen Kekayaan Negara untuk memanfaatkan gedung-gedung Sekneg yang masih kosong yang bisa dimanfaatkkan, apabila sudah tidak ada yang kosong, komisi III akan mendukung pembangunan gedung yang baru. Komisi III mengatakan sangat setuju dengan adanya pengadaan gedung baru tetapi tidak harus dengan membangun selama gedung kosong yang ada masih bisa dimanfaatkan. Sebab bukan hanya KPK saja mitra dari Komisi III yang meminta gedung baru tetapi masih ada Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Komnas HAM juga meminta gedung baru. Namun Presiden saat ini sedang melakukan efisiensi anggaran, bukan semata-mata DPR yang mengabaikan. 

Dengan adanya pernyataan yang disebutkan diatas dari pihak Komisi III, akhirmya menimbulkan suatu perdebatan dengan wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto yang merasa bahwa yang disampaikan Komisi III hanyalah janji manis belaka yang sudah sering mereka dengar, Ia bahkan mengkritik sikap para Anggota Komisi III yang terkesan tidak konsisten, meminta agar KPK memperkuat SDM, tetapi tak mendukung secara konkret penguatan infrastruktur KPK. Akibat dari dana yang tak kunjung turun, pimpinan KPK pun sempat berkeinginan meminta sumbangan dari masyarakat untuk pembangunan gedung KPK, sebab kalau melihat proses seperti ini, tidak ada pilihan lain bagi KPK mencari gedung baru atau meminta bantuan masyarakat untuk mengumpulkan uang membangun gedung, karena menurutnya ini penting agar bisa bekerja secara normal. Pernyataan Pimpinan KPK tersebut jelas menuai berbagai tanggapan, baik yang pro maupun yang kontra. 

Dari yang saya perhatikan selama ini dimedia massa, sebagian masyarakat menanggapi secara positif untuk memberikan sumbangan pembangunan gedung KPK. Ada yang mengumpulkan koin di jalanan, artis yang mengamen demi KPK, saweran pedagang kaki lima. Juga buruh yang rela gajinya yang tak seberapa dipotong untuk mendukung komisi antikorupsi. Atau, aktivis di Makassar yang punya ide unik, gerakan sejuta batu bata. Hingga dibuat posko koalisi saweran untuk gedung baru KPK telah resmi didirikan di depan lobi gedung komisi antikorupsi, Jumat 29 Juni 2012. Saweran gedung KPK memang tengah digalakan masyarakat seiring dengan penundaan yang dilakukan DPR. Saat ini, puluhan juta rupiah sudah terkumpul di rekening ICW. Beberapa elemen masyarakat lain juga melakukan hal serupa. Bahkan dukungan agar DPR mencairkan anggaran untuk pembangunan Gedung KPK masih terus bergulir lewat dunia maya berupa petisi online yang nantinya bakal disampaikan ke Komisi III DPR. Rendy mahasiswa berusia 19 tahun membuat petisi ini di alamat www.change.org/savekpk. Bagi pengunjung yang ingin ikut berpartisipasi, silakan mengisi identitas lengkap dan langsung mengklik tombol tandatangan. Bagi pengunjung yang ingin menuliskan testimoni juga diperbolehkan. Mereka menyadari bahwa uang yang terkumpul dari masyarakat untuk pembangunan gedung KPK, memang tidak bisa diterima dan dipakai oleh KPK untuk membangun gedung karena KPK merupakan bagian dari lembaga negara yang keseluruhannya dibiayai oleh APBN melalui persetejuan Menteri Keuangan. Tetapi pengumpulan dana tersebut adalah sebagai simbol bahwa rakyat salah dalam memilih wakil mereka. Adanya dana saweran masyarakat untuk membangun gedung baru KPK merupakan bentuk partisipasi publik dalam memerangi korupsi. 

Tanggapan positif sebagian masyarakat terhadap KPK didasari atas pandangan mereka terhadap DPR yang dirasa egois dianggap mementingkan diri sendiri. Setidaknya tahun 2011, tercatat proyek-proyek siluman DPR yang fenomenal. 

Maka dari itu timbulah gerakan massal masyarakat mengumpulkan dana untuk pembangunan gedung KPK di tengah pengungkapan indikasi penolakan DPR. 

Disisi lain ada sebagian masyarakat yang kontra akan apa yang KPK inginkan berupa sumbangan dari masyarakat, bahkan mungkin terlintas pula dibenak saya bahwa seharusnya kita sebagai masyarakat dan pemerintah justru seharusnya mendorong untuk meningkatkan kinerjanya terlebih dahulu. Kalau sudah terbukti berprestasi, baru layak di dukung untuk pembangunan gedung baru. Sebab jika dilihat dari kekurangannya KPK nampak mudah terpancing oleh provokasi politisi lewat media. Sehingga kesan yang muncul dari cara KPK menangani sebuah kasus, seperti mengikuti trending topic. Mana dan apa yang hangat dibahas di media-media, termasuk media jejaring sosial, itulah yang dikejar habis-habisan. Namun sebagaimana lazimnya keaktualan sebuah trending topic, durasinya tidak bersifat bulanan apalagi permanen. Bisa hanya dalam tempo sehari bahkan dalam hitungan jam saja. Akibatnya kasus yang ditangani KPK, tidak pernah tuntas sebagaimana harapan masyarakat. Kasus Bank Century misalnya merupakan salah satu korban dari trending topic. Mengingat tidak banyak lagi orang yang mempersoalkannya melalui media-media jejaring sosial maupun media umum atas kasus tersebut, maka KPK pun sepertinya menyingkirkan Skandal Bank Century dari pekerjaan prioritas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar